Senin, 19 Mei 2014

SEJARAH KOTA PROBOLINGGO

SEJARAH PROBOLINGGO 

Dibandingkan dengan kota-kota pesisir Jawa Timur lainnya seperti Surabaya, Tuban atau Gresik, maka Probolinggo relatif kurang dikenal dimasa lalu. Oleh sebab itu sejarah masa lalunya sebelum jatuh ketangan VOC agak kurang dikenal
(red: Valentijn seorang pendeta tentara Balanda yang sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di Hindia Belanda antara th. 1724-1726, tidak pernah menyebutkan sama sekali tentang Probolinggo. Peristiwa penting tentang Probolinggo dari pihak VOC baru muncul pada th. 1761, ketika ada pergantian jabatan penguasa Pantai Utara dan Timur Laut Jawa, Nicolas Hartingh kepada penggantinya Ossenbergh. Laporan ini antara lain mengatakan bahwa: Banger (nama lama Probolinggo ), meskipun keciltapi letak bagus ….” Ini membuktikan bahwa Probolinggo pada abad ke 18, sudah menarik perhatian, karena letaknya yang strategis).
Seperti hampir semua kota-kota pesisir Utara Jawa, Probolinggo juga terletak dimuara sungai. Sungai utama yang melalui kota Probolinggo tersebut dulu namanya Kali Banger (red: Banger dalam bahasa Jawa berati bau busuk, yang khas).
Itulah sebabnya sampai tahun 1765, Probolinggo masih dikenal dengan nama Banger (red: Yang mengganti nama Banger menjadi Probolinggo adalah Bupati Tumenggung Jayanegara pada tahun 1768; lihat Hageman, Oosterlijk Java en Madoera, II. MS.118, paragraf 72) (Kumar, 1983:82).
Sebelum dikuasai Belanda, kota ini ada di bawah kekuasaan Pakubuwono II dari Mataram. Baru setelah perjanjian tanggal 11 Nopember 1743, antara VOC dan Mataram, Probolinggo diserahkan sepenuhnya kepada VOC (Kumar, 1983:82).
Pada saat penyerahan kota ini kepada VOC, tercatat bahwa Banger (nama Probolinggo dulu), hanya merupakan permukiman dengan sekitar 50keluarga dan selanjutnya diperintah langsung oleh VOC (Gill, 1995:275). Data sejarah sebelum masa itu sulit di dapat.
Bupati pertama Probolinggo adalah Kyai Jayalelana (Joyolelono, red), yang memerintah atas nama VOC. Kyai Jayalelana adalah anak laki-laki Kyai Bun Jaladriya dari Pasuruan. Tapi pada tahun 1768, Kyai Jayalelana diturunkan dari jabatannya dan kemudian dipenjarakan, karena dianggap oleh pihak VOC tidak setia ketika terjadi puncak konflik antara VOC dan Blambangan padath.
1768 (Kumar, 1983:82). Sampai sekarang Kyai Jayalelana masih dianggap sebagai orang suci bagi masyarakat Probolinggo. Pada masa pemerintahan Daendels (1808-1811), tepatnya pada th. 1810, Probolinggo dijual sebagai tanah pertikelir kepada Kapiten Han Tik Ko (red: Han TikKo kemudian dikenal dengan sebutan: “Babah Tumenggung Probolinggo”, yang menempati Kabupaten baru. Letaknya disebelah Selatan Alun-alun.
Pada jaman Daendels tidak hanya Probolinggo yang jatuh ketangan orang Cina kaya, tapi juga Besuki dan Panarukan disewakan kepada Han Boeijko (Han Boei Ko) seorang Kapiten dari Surabaia (lihat Rapport van de Landschappen Besoeki en Panaroekan 1813, MS AN, kode; Probolinggo, no.6d, hal.7-8).
Lihat juga buku Nusa Jawa (Gramedia Pustaka Umum, Jakarta), Denys Lombard (1996), jilid 2, hal. 81 dan seterusnya) dari Pasuruan, seharga 1.000.000 ringgit (rijksdaalders) (red: Rappoert van het landscap Probolinggo, hal. 22. Pada waktu itu Afdeling Probolinggo luasnya 36.5 mil persegi, yang meliputi 382 desa. Jumlah penduduknya 39.982 jiwa. Terdiri dari 38.800 Pribumi, 629 Cina, 61 Eropa, 22 Melayu dan lain-lain 161 jiwa).
Tapi pada th. 1814 terjadi pemberontakan atas kekuasaan Han Tik Ko. Pemberontakan berdarah tersebut dibantu oleh orang-orang Inggris yang akhirnya Probolinggo dapat dibebaskan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar