Selasa, 26 Juli 2016

LEGENDA JATI PAPAK

JATI PAPAK:

Jejak Susuhunan Kalijaga di Bumi Blambangan tahun 1479
.
Adalah Tunggak Pohon Jati raksasa di Alas Purwo yg merupakan pohon pilihan Syeikh Siti Jenar untuk digunakan Susuhunan Kalijaga sebagai tiang atau "SOKO TATAL" tiang Masjid Demak.
.
MASJID Agung Demak yang dibangun Raden Fatah dan dibantu para wali pada tahun 1479 oleh sebagian rakyat dipercayai memiliki keterkaitan dengan Bumi Blambangan.
Dari empat tiang (soko guru) kayu jati masjid itu, salah satunya berasal dari Alas Purwo, Banyuwangi.
.
Empat tiang yang dipancangkan di Masjid Agung Demak itu dipasang sesuai penjuru mata angin. Tiang di barat laut didirikan Susuhunan Bonang (keponakan Syaikh Siti Jenar), di barat daya karya Susuhunan Gunung Jati (murid n menantu Syaikh Siti Jenar), di bagian tenggara buatan Susuhunan Ampel (paman Syaikh Siti Jenar), dan yang berdiri di timur laut karya Susuhunan Kalijaga (murid n menantu Syaikh Siti Jenar). Pohon jati yang digunakan Susuhunan Kalijaga untuk tiang masjid itu berasal dari Alas Purwo.
Mitos-mitos Seputar Jati Papak:
1. Berdasar cerita turun temurun yang berkembang di masyarakat tunggak jati (Jati Papak) atau bekas potongan pohon yang digunakan Susuhunan Kalijaga itu tidak terlihat secara kasat mata.
2. Hanya orang dengan hati yang bersih bisa diperlihatkan letak tunggak pohon jati tersebut.
3. Pohon jati di Alas Purwo itu sampai Demak dibawa sejumlah katak melalui jalur laut.
4. Pohon jati yang diambil dari Alas Purwo itu berpindah langsung menjadi penopang kekuatan soko tatal (dari serpihan patahan kayu) yang diikat Susuhunan Kalijaga.
Terlepas dari semua mitos itu, sejarah kayu yang dibuat soko guru (tiang) Masjid Agung Demak berasal dari alas Purwo itu sudah lama, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan Alas Purwo. Selain digunakan sebagai tiang di Masjid Agung Demak, bagian pucuk pohon jati ditanam di Pura Puncak Jati, Jembrana, Bali. Ini cukup menggambarkan bagi kita tentang adanya toleransi yg kuat pada masa itu.
Tunggak pohon jati yang kini dikenal Situs Jati Papak itu kali pertama ditemukan sekitar tahun 1995 oleh seorang pejabat KPH Perhutani Banyuwangi Selatan yang melihat sebuah sinar. Dia mengajak warga sekitar untuk mencari sumber sinar tersebut.
Setelah ditemukan, ternyata sumber itu berasal dari sebuah papak atau tunggak bekas potongan kayu jati berukuran besar.
Tahun 1997 Jati Papak mulai dipelihara dan dilestarikan menjadi situs. Letak Situs Jati Papak berada di tengah hutan, masuk kawasan Taman Nasioal Alas Purwo. Lokasi itu berjarak sekitar 15km dari pusat kota Kecamatan Tegaldlimo, dan berjarak sekitar 76km dari Kota Banyuwangi.
Sejak ditemukan dan ditetapkan menjadi situs, Jati Papak sering didatangi warga. Dia antara pengunjung juga banyak yang bermalam. Ironisnya, mereka ada yang pulang sambil memotong bagian dari tunggak tersebut. Akibat banyak tangan jahil itu, Situs Jati Papak yang dulu mengilat dan rata, kini sudah tak berbentuk.
Merasa prihatin peninggalan sejarah itu rusak, pada tahun 2013 Paguyuban Peduli Lingkungan Manik Purwa Buwana memberikan pagar pembatas dan memberi atap menyerupai pondok pesarean seluas sekitar 25 meter persegi.
Di tempat itu juga diberi papan peringatan berisi larangan agar tidak mengambil, mengubah, dan merusak Jati Papak.
Pembangunan Lapter (Lapangan Terbang) Jati Papak:
Tahun 2012, sebuah landasan lapter telah dibangun di dekat Jati Papak. Sebuah gedung juga sudah berdiri. Gedung tersebut bersebelahan dengan Pos Jaga TNAP Jati Papak. Lapter tersebut difungsikan sebagai tempat pendaratan pesawat dua awak untuk memudahkan pengunjung yang ingin ke Wisata Plengkung.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar